Kamis, 25 Juni 2015

Berbagi Indahnya Bulan Suci Ramadhan

Marhaban yaaaaa Ramadhan....
Subhanalloh, alhamdulillah kupanjatkan syukurku kepada sang ilahi pencipta alam semesta ini beserta isinya. Terimakasih yang tak terlukiskan kepada penciptaku karena telah menghadirkan kesadaran akan kebesaranMu, menghadirkan ingatan indahnya bulan yang penuh berkah ini. Terimakasih Engkau merangkulku dalam dekapanmu. Senang dan sedih bercampur aduk dalam diriku ini. Senang kau tak meninggalkanku, sedih karena aku aku selalu menjauhiMU...
Alhamdulillah, Engkau mengijinkan aku merasakan nikmatnya Rhamadhan. Engkau masih memberikan umur dan nafas yang kini sedang aku hirup. Ya rabb... saat ini, saat dimana aku melaksanakan teraweh di kota orang, rasanya berbeda ketika aku melaksanakan teraweh di kampungku dengan disini. Tapi jika saat itu aku tidak melangkahkan kaki untuk melaksanakan teraweh aku tidak akan pernah sadar akan kenikmatan Ramadhan yang selalu aku rindukan. Ya, saat suara imam memulai mengucapkan ayat demi ayat suci al-Quran hati jni bergetar, saat aku bersujud hati ini bersedih dan memaki diriku sendiri, dari mana saja? 7 hari terlewatkan, baru saat ini aku merasakan lagi nikmatnya Rhamdhan.
Awal bulan Rhamdhan aku tidak melaksanakan puasa karena aku sedang berhalangan sampai 6 hari dan saat aku mulai melaksanakan puasa aku tidak merasakan kenikmatan yang biasanya aku dapatkan di bulan suci ini. 8 hari berlalu aku berniat melaksanakan teraweh, ternyata ini yang kurang dariku. Ini salah satu cara memanggil kenikmatan sucinya bulan Rhamadhan. Subhanalloh saat itu Allah mengetuk hatiku, ia tidak melupakan umatnya meskipun umatnya pernah mengacuhkannya. Aku malu, Aku malu kepadaNya tapi aku berpikir jika aku malu lantas apa yang akan aku dapatkan? Allah penciptaku, Allah Tuhanku, Allah pelindungku, Allah segalanya bagiku. Tanpa dia aku tak akan pernah mengenal orang-orang disekelilingku, tanpa dia aku tak akan pernah mengenal apa itu rasa. Allah maha pengampun, Semoga Alloh meridhoi apa yang aku lakukan.
Ya Allah Engkau Maha melihat, Maha pengasih, Maha penyayang, Maha dari segala Maha... Subhanalloh maha suci Allah hadirkan rasa kedamaian yang kini aku rasakan kepada orang-orang yang belum merasakannya.
MencintaiMu membuat hati ini damai,,,
Yakini Allah selalu ada denganmu, dekat denganmu karena saat keyakinan itu kamu yakini maka disitulah Allah benar-benar dekat denganmu dan selalu ada untukmu :-)


Kamis, 11 Desember 2014

Catatan seorang anak untuk sang IBU


Mungkin aku bukanlah seorang ibu. Tapi aku memiliki ibu dan aku adalah calon seorang ibu. Ibuku dan ibu-ibu semua yang ada didunia memiliki perasaan yang sama sebagai seorang ibu. Seorang ibu amat sangat menyayangi anaknya sampai ia rela lebih mementingkan anaknya makan dan dia menahan lapar. Seorang ibu selalu ingin yang terbaik untuk anaknya. Seorang ibu tidak akan membiarkan anaknya menangis meski ia terkadang berbuat yang bisa membuat anaknya menangis dalam hatinya ia menyesal melakukannya. Seorang ibu ingin di mengerti oleh anaknya tanpa harus sang ibu yang meminta dan mengatakannya.
Kasih sayang dari ibu yang tidak akan pernah luntur, kasih sayang ibu yang terasa tulus tanpa kita sadari. Wahai sang anak, merenunglah engkau ketika engkau lebih mementingkan waktu bermainmu dibandingkan membantu ibumu. Ketika kamu bermain bersama temanmu dan bersenang-senang memakan makanan enak. Sempatkah terlintas dalam pikirmu bagaimana ibumu? Sedang apa dia? Sudah makan atau tidakah? Sungguh kita sebagai anak sedikit terlihat jahat. Tanpa kita sadari ibu disana, meski dia hanya makan seadanya dia bertanya-tanya "sudah makankah anakku? Dengan apa anakku makan? Cukupkah uang yang kuberi?" sedih rasanya saat aku tahu ibu disana selalu mengingatku.
Meski terkadang aku berpikir, aku, kedua kakakku dan adikku, kasih sayang yang ibu berikan, perhatiannya hanya tertuju pada kakaku dan adikku dan aku hanyalah sisa. Namun, ternyata itu salah. Dengan amat sangat lembut ibu membagi kasih dan sayang dengan adil. Tidak ada yang dimanja maupun di terakhirkan. Ibu, engkau sungguh mulia. Perjuanganmu tak berhenti saat melahirkanku, perjuanganmu terus kau perjuangkan sampai kau tiada. Aku tahu bagaimana ibuku, aku tahu perasaan ibuku, aku tahu segala apa yang ibuku dera. Karena aku akan menjaga ibu sama seperti ibu menjagakku.
Seorang ibu, meski sang anak sudah berkeluarga memang dia sudah melepas sang anak kepada sang suami namun, sang ibu masih dengan senyum hangat menyapa ketika sang anak dalam masalah dan bersandar padanya. Tua, renta, bukanlah halangan untuk tidak mengalirkan kasih dan sayang kepada sang anak. Itu yang aku rasakan dari kasih seorang nenek kepada ibuku. Nenekku yang sudah tua namun dia masih terlihat bugar masih bisa memanjakan ibuku jika ibuku memiliki masalah.
Bisakan aku sesabar ibu saat seperti ibu sabar menyusuiku ketika mata berat untuk terbuka, mendiamkan aku ketika aku menangis ditengah malam, mengajarkan aku merangkak, berjalan dan berbicara? Bisakah aku selembut ibu saat seperti ibu yang selalu memberikan kelembutan dalam keseharianku? Bisakah aku sepengertian sepertimu saat seperti engkau selalu mengerti ketika aku lapar saat aku masih bayi?
Ibu tolong ingatkan aku jika aku mengabaikanmu di usia tuamu. Ibu aku ingin menjagamu seperti kamu menjagaku. Aku ingin membuat engkau merasakan apa yang aku rasakan dari kasih sayang tulusmu.
Ibu jangan engkau meneteskan air matamu hanya karena kerinduan yang tak terbendung, itu membuat aku sakit untuk mengeluarkan air mataku. Ibu jangan engaku terlalu memikirkan aku disini, itu membuat aku berat untuk melangkah. Percayalah, aku disini bai-baik saja.
Terimaksih yang tak berkesudahan untukmu. Engkau selalu menghadirkan aku disetia doamu. Engkau ibu yang hebat, dan yang terbaik. Engkau istri yang terbaik untuk ayah.

Sabtu, 08 November 2014

Kesadaran

hai? sudah lama aku tidak menulis catatan di blog ku ini. Aku hanya akan berbagi sedikit peristiwa atau mungkin bisa di katakan pengalaman hidup. Sekian lama aku tidak menulis lagi, padahal banyak cerita yang ingin aku ceritakan, hanya saja aku belum sempat.

ini kisah pandangan seseorang terhadap orang lain. Dengan pergaulanku sekarang aku diajarkan begitu banyak pelajaran mulai dari jalur hidupku sampai prinsip dan pola kehidupanku. Aku sadar betapa banyak orang diluar sana yang tidak seberuntung aku. Aku pun tidak sadar, sebagian orang-orang yang ngamen atau meminta-menta lebih kaya dari aku. satu lagi, ternyata menilai seseorang tidak hanya dilihat dari luarnya saja seperti dilihat dari dia berpakaian, berbicara, dan menatap. Pada dasarnya kita tidak bisa menilai seseorang dengan pasti adanya. Bukan untuk berpikir buruk kepada seseorang tapi lebih mengajarkan pada diriku. Untuk tidak merasa yang lebih baik atau lebih layak dari yang lain. Karena, aku tidak tahu bahwa banyak orang yang amat sangat lebih baik dariku.

Selasa, 01 Juli 2014

Hujan Sahabatnya

   Ini kisah seseorang yang bersahabat dengan rinai hujan. Seseorang yang tak pernah lelah menapaki jalanan yang panjang dan penuh resiko. Menggigil kedinginan sudah tidak lagi menjadi penghalang mereka. Bahkan, mereka sudah biasa dengan kebekuan yang menusuk dan terasa disetiap relung pori-pori kulit tubuh mereka.
   Kerlap-kerlip kilat pun tak menjadi ketakutan bagi mereka, itu mereka jadikan sebagai penghibur dalam kesulitan yang mereka terima. Gemuruh petirpun tak membuat surut semangat yang ada.
   Hanya bermodalkan sesachet shampo dan kain mereka berjuang untuk mendapatkan nilai. Nilai untuk bisa bertahan hidup. Mungkin dunia terasa kejam bagi mereka. Namun, tak sedikitpun tersirat keluh kesah dalam raut wajah mereka.
   Terkadang aku miris melihat mereka menjalani hidup seperti itu. Dengan umur yang seharusnya mereka bermain dengan yang lain, bukan menyusuri dan mengelapi setiap mobil yang berhenti di jalan.

Tuhan...

   Aku bersyukur terlahir dari keluarga yang sederhana yang mampu membiayaiku. Sehingga aku mengenal dan merasakan masa-masa kecil, remaja, maupun dewasa yang indah. Namun, terkadang aku selalu mengeluh dengan keadaanku. Tanpa aku melihat, masih banyak orang diluar sana yang tidak bisa menikmati masa-masa indahnya seperti seharusnya.

   Hujan ini yang akan menjadi saksi kepedihan hidup yang mereka jalani. Meski pedih tak terlihat dalam raut wajahnya, aku yakin air mata kesedihan pernah menetes bersamaan dengan rintik-rintik hujan.

^_^

Minggu, 15 Juni 2014

Bukan Pacar Bukan Juga Sahabat yang Jelas ini Cinta


Suka, sayang, cinta…
“Jangan pernah kau masukan aku ke dalam hatimu. Jangan pernah menerima aku dikehidupanmu. Cukup kamu jadikan aku sahabat terbaikmu.”

Itulah kata kunci dari sepucuk surat yang terkurung disebuah botol kecil yang diberikan untukku. Dengan tulisan yang sulit aku mengerti. Ya…! dialah orang yang pertama ku tahu menyukaiku. Sedikit risih dengan keberadaannya yang terkadang menggangguku. Tapi, ketika dia tak mengusikku aku sedikit merindukannya. Sebenarnya aku tak mengerti dengan pembahasan yang dia maksudkan di sepucuk surat itu. Namun, aku bisa menarik kesimpulan dengan sikapnya kepadaku jika dia menyukaiku lebih dari teman. Dan ketika aku membaca suratnya kesimpulan berubah. Dia menyukaiku namun tidak akan lebih dari seorang teman, selebihnya pun mungkin hanya sebatas sahabat. Meski mungkin rasa ingin memiliki ada, dia akan memaksakan rasa itu akan dia batasi dengan sebuah persahabatan saja. Hanya teman baik,  ya… sebatas sahabat terdekat.

Hari terus berganti, jam terus berputar, perlahan aku pun mulai bingung dengan apa maunya. Dia membuat dirinya gundah, bimbang dan membuatku ikut terjebak dengan keadaannya. Kegundahannya itu berasal dari rasanya yang hanya ingin memastikan adakah rasa untuknya dariku. Aku tak tahu saat itu apa yang harus aku lakukan karena aku sendiri bingung dengan maunya hatiku. Aku pun tak mengerti dengan jalan pikirnya. Bukankah dia membatasi rasa untukku lantas mengapa dia tawarkan pertanyaan yang membuat pikiranku berputar-putar? Jika memang hanya sebatas teman haruskah kuhadirkan rasa ini untuknya? Daripada aku terombang ambing dalam keadaan yang tak jelas arahnya, aku pun memberanikan diri melangkah keluar dari apa yang sudah aku rencanakan. Dan alhasil sekarang aku jauh dari apa yang dulu aku tetapkan di dalam hatiku, untuk tidak membuka hati dan menempatkannya pada siapapun. Aku gagal mempertahankannya, dia berhasil bisa berada dalam hatiku.

Aku pun tak bisa memungkiri jika rasa itu akhirnya ada untuknnya. Meski aku harus mempertimbangkannya dengan sangat keras, aku tak bisa berbohong jika dia ku butuhkan. Aku merasa dia sudah milikku dan aku tak mau jika sampai ada yang memilikinya bahkan menyentuhnya kalau bisapun jangan sampai ada yang menatapnya. Cukup aku dan hanya aku yang harus ada untuknnya. Tapi aku tak mau jika rencanaku hancur, rencana untuk tidak mengikat benang cinta sebelum aku menyelesaikan tugasku menjadi seorang anak. Yang lebih tepatnya aku masih belum siap. Aku takut kesakitan yang dulu aku rasakan karena cinta terulang.

Oh Tuhan aku hanya manusia biasa yang ingin juga seperti yang lain. Salahkan aku keluar kembali, salahkan aku mengulanginya? Aku siap untuk menanggung apa yang akan terjadi pada akhirnya. Pahit, manis aku akan menanggungnya dan aku tak akan mengeluh ataupun menyesal. Aku memohon maaf jika mungkin pilihanku salah tapi aku inginkannya menjadi milikku. Aku tak mau mengikatnya jika aku belum mendapat restu dari ibu. Dengan tanpa beban aku ceritakan kepadanya, dan dengan senyum simpulnya dia berkata “yasudah nak, cari saja seseorang yang membuatmu nyaman disana. Agar kamu pun tak terlalu ingat rumahmu dan setidaknya ada yang menjagamu disana”. Aku hanya membalasnnya dengan senyuman nakalku.

Benangpun terikat dikelingkingku dan kelingkingnya. Namun aku masih enggan berbagi dengannya. Terkadang aku masih malu mengungkapkan rindu yang terselip di hariku. Namun itu tak bertahan lama, dia bagaikan dukun yang tahu apa isi hatiku, apa yang mengganggu di dalam pikiranku. Sehingga membuat aku tak merasa enggan untuk berbagi apapun. Sedih maupun bahagia aku bagi dengannya begitupun dia yang berbagi cerita hidupnya yang pahit juga manis. Entah karena aku sudah pernah sebelumnnya atau memang aku sudah terbiasa? aku tidak terlalu prustasi dengan tikungan-tikungan yang ada dalam hubunganku. Sikap dia yang menjengkelkanpun sedikit demi sedikit muncul kepermukaan membuat aku kadang ingin memutuskannya karena sikapnya yang membuat aku kewalahan. Namun, hatiku berbalik haluan ketika aku berniat meninggalnya. Aku tak bisa meninggalkannya begitu saja, entah karena alasan apa aku masih bisa bertahan sampai saat ini. Aku merasa dia sebagian dari hidupku yang tak bisa aku tinggalkan. Meski terkadang aku melupakannya sejenak ketika aku berada di ruang lingkup keluargaku seketika pun terlintas bayangnya di pikiranku, terasa ada yang tertinggal dalam hariku.

Dia mampu membuat aku tersenyum merasakan betapa indahnya cinta yang sudah lama tak ku rasa. Dia mengenalkan kembali betapa hangatnya perkenalan dua insan yang saling menyayangi. Dia membuat aku kembali belajar bersabar, mengerti, memahami, mengalah, menahan rindu, dan mampu membuat jari-jemari ini menulis kata-kata cinta yang penuh dengan warna merona. Bukan lagi kata-kata pilu yang ku torehkan dalam buku kecilku. Dia mampu membuat rasa yang dulu terpaku hanya pada sang mantan hilang seketika dengan kehadiran kasih darinya. Dia membuat aku merasa ADA dalam kehidupannya. Dia membuat aku berarti dikehidupannya. Dia membuat aku merasa kembali ke kerinduan yang terbalaskan, bukan lagi kerinduan yang hanya sebelah sayap saja. Dialah yang kini selalu bersamaku. Satu hal lagi yang membuat aku yakin dia benar menyayangiku, dia pernah berkata padaku,

“Menjadikan kamu pacar bukanlah inginku tapi harus kulakukan agar tidak ada yang memegang bahkan mendekati kehidupanmu selain aku. Pacar mempunyai batasan, Pacar mempunyai kata PUTUS untuk mengakhirinya. Aku hanya ingin kamu menjadi sahabat terbaik, sahabat sampai mati. Sahabat yang tidak memiliki kata untuk memisahkan kita”.

Tertegup hatiku bergetar ketika mendengar kata demi kata yang terlontar dari bibir manisnya. Tuhan… terimakasih kau beri pertemuan aku dengannya dan memberi aku kesempatan bisa mengenalnya, bisa mendapat rasa seperti ini. Kasih sayangnya yang tulus, perhatiannya yang amat sangat membuat aku terlena, juga cintanya yang terfokus padaku dan sulit untuk berpaling ke yang lain.

Sebelumnya aku ucapkan selamat datang di lembar kehidupanku. Terima kasih kau bisa menerima aku dalam kehidupanmu dan membuat aku sangat berarti. Semoga persahabatan kita berjalan sampai pada ikatan yang akan mengikat kita pada kebahagiaan yang abadi.

Amin…^_^

Bersambung…

Jumat, 30 Mei 2014

Merenung Kasih Ayah

Kesepeian ini sedang menimpaku, sebuah penderitaan mental yang kini aku rasakan. Tuhan kau ciptakan dari apa hatiku ini, mengapa aku sangat mudah merasa sedih dan meneteskan air mataku begitu saja?
Entah ada apa dengan aku, mengapa bisa seperti ini dan mengapa aku bisa seperti ini. Selunak inikah hatiku?
Ayah, Ibu, aku merindukan kalian. Mereka berbondong-bondong berjalan menuju rumah mereka, mengucap salam, mencium tangan dan berbicara menanyakan kabar dengan langsung menatap wajah sang anak. Aku ingin pulang ayah, aku ingin mengecup tangan kalian, aku ingin melihat wajah kalian sekarang. Aku merindukanmu Ibu.
Kata maaf tak akan berhenti terucap dariku untuk kalian. Rindu ini sudah tak tertahan lagi ayah, aku ingin pulang.
Ibu... setiap sudut ruangku terasa gelap dan dingin, setiap apa yang kulihat terasa waktu tak berjalan.  Aku benar-benar merasa sendiri sekarang, di daerah orang yang tak jelas aku kenal tapi dengan tegar aku melawan semua rindu yang ada untukmu. Selalu kuingat kata-kata semangat darimu, senyummu, tatapanmu yang menghangatkanku, aku rindu akan pelukan darimu Ibu.
Ayah... aku menyayangimu, meski kasih dan sayang darimu tak pernah tergambarkan tak pernah kau perlihatkan tapi aku tetap menyayangimu karena aku tahu kau pun begitu padaku. Kau orang kedua yang berjasa dihidupku sesudah ibu, memberikan pelajaran hidup yang tak akan pernah aku lupakan. Lelah mungkin kau membesarkan aku, dengan kebutuhan untuk menghidupi anak-anakmu juga istrimu dan terkadang kau membantu saudara-saudarimu. Perjuanganmu sangat lekat aku ingat, pertama aku berkunjung ke tempat dimana kau bekerja. Dengan pakaian rapih bak seorang kantoran kau pulang membawa buah tangan untuk anak dan istrimu. Kupikir pekerjaanmu benar-benar menyenangkan tidak terlalu menguras tenagamu. Namun ketika libur sekolah datang dan aku berlibur mengunjungi tempat dimana kau bekerja, kau jauh dari apa yang aku bayangkan di sepanjang jalan ketika aku belum sampai. Celana panjang yang selalu kau kenakan saat pulang itu tergantung rapih dan hanya kau pakai ketika kau akan pulang. Baju juga jaket yang bersih itupun tersimpan di rak baju yang sederhana yang terletak di sudut gubuk tempat dimana ayah dan ibu mencari nafkah. Aku terkejut melihat seorang pria beranak dengan kaos dan celana pendek juga sepatu butnya yang berlumpur, kotor, namun tetap dia bisa memasang wajah yang ceria, menyapa dengan gembira, senyumnya yang jarang aku lihat, dialah ayahku. Ingin rasanya saat itu juga aku menangis, tapi itu hanya akan menjadi luka untuk ayahku. Disana aku bisa melihat seberapa keras Ayahku menafkahi keluarganya, semakin dia bersemangat maka kuartikan semakin sayang dia akan keluarganya.

"Air mataku yang kini sedang mengalir tak sebanyak tetesan keringat perjuangan ayahku" 

Aku mencintai Ayah & Ibu karena Allah :')

Minggu, 18 Mei 2014

Sepenggal Merah Merona dalam Lembar Hidupku

 
Ini tentang sepenggal kisah pencarian cintaku…
Kisah ketika aku mengenal cinta? Tidak! Aku masih belum tahu apa itu cinta dan aku belum menemukannya, yang pernah aku temukan hanya suka, mengagumi, simpati, ambisi, sayang…
next…
Aku tidak terlalu ahli dalam karangan cinta, karena aku bukanlah seorang punjangga. Aku hanyalah seorang manusia biasa  yang  akan menulis tentang cinta…  Kurang lebih cinta palsu yang ku maksud.
Perjalananku menuju titik dewasa cukup menyenangkan tapi jikaku pikir sekarang itu sangat menjenuhkan. Yaaa… bagaimana tidak menjenuhkan jika selama itu aku tidak berani menerima seseorang masuk ke dalam hatiku. Selama perjalanan aku hanya bisa mendengarkan banyak kisah cinta teman-temanku, ada yang suka jalan-jalan tiap sore, bertengkar hanya gara-gara tidak dituruti, diselingkuhin, dibohongin, putus karena bosen, banyak deh pokonya…! Dan yang paling mengerikan, ujung dari kisah cinta mereka adalah air mata dan kegalauan yang tak bertepi. ( OMG itu bukan gue banget) .
Pria yang dulu mereka puji-puji, idam-idamkan, sekarang mereka cemoohkan dengan kata-kata yang…mungkin pantas untuk mereka, lelaki buaya darat, lelaki berengsek, lelaki itu tidak ada yang setia, lelaki itu bulsit dan lain sebagai rupa... Dari cerita itu aku enggan untuk menerima seseorang malah berbalik aku tak mau. Jadi setiap ada pria yang mendekatiku aku jauhi tapi aku masih normal kok, aku menyukai pria namun aku tak memperlihatkannya melainkan kupendam dan cukup tuhan dan aku yang tahu. itulah aku…!
Next…
Masa putih biru, masa-masa maraknya pacaran dan aku hanya mendengar, melihat selintas, dan aku simpulkan “aku tidak mau”. Awal memang kita berteman, tetapi ketika kedekatannya sudah melampaui batas dan sudah mulai terlihat ciri-ciri dia akan menyatakan cinta, aku jauhi saja. Entah berapa orang aku jauhi ketika mereka akan mengungkapkan perasaan mereka. Bukankah aku terlihat jahat? Terserah apa kata mereka ketika kujauhi begitu saja,  aku tak peduli karena yang aku tahu saat itu “Laki-laki jahat, hanya akan membuat aku menangis pada ujungnya” dan aku tak mau menangis hanya karena masalah cinta monyet.
Next…
Masa putih abu. Di masa ini rasa ingin tahuku akan hal cinta sudah tak terbendung lagi. Lantas aku terima saja seseorang yang baruku kenal menjadi pacarku tapi itu pun butuh waktu lama untuk aku memutuskannya. Ketika aku sah memiliki pacar, hanya satu kalimat yang ingin aku ucap “Oh…jadi begini rasanya pacaran” enggak gimana-gimana! Hanya mendapat perhatian lebih tapi menurutku perhatian yang berlebihan itu sendiri bisa membosankan. Semua yang ingin ku tanyakan tentang pacaran terjawab sudah dan aku ingin mengakhiri semua ini karena aku mulai bosan.
Next…
Bisa jadi karma masih berlaku saat itu. ketika aku pernah meremehkan teman-temanku yang menangis karena cinta, menangis karena di selingkuhin, di duain, di putusin, patah hati dan dengan tampang tanpa dosa aku bilang “yaelah hari gini nangis gara-gara cowo please dech…! Masih banyak cowok diluar sana”. Oleh pacar pertamaku yang mengenalkan aku pada rindu, cemburu, kasih, bahkan kekecewaan. sekaligus aku mengalami semuanya, mulai dari di selingkuhin dan bisa jadi di duain dan di putusin. Dan alhasil mata sembab, wajah suram, status facebook galau semua, HP sepi, dan galau yang tak berujung itu pun aku rasakan.
Next…
Masa putih abu tak aku habiskan dengan kegalaun, untuk apa aku terlarut-larut dalam masalah cinta palsu. Saat itu aku hanya bisa merenung, menulis karangan menyedihkan sedikit terlihat seperti punjangga cinta yang sedang menemukan kata-kata indah yang mampu membuat air mata ini terus mengalir.  Ya…! akhirnya aku mengenal patah hati dan aku sadar ketika aku merasa sakit hati berarti cinta pernah ada untuknya. Mungkin dia hanya bagai kelinci percobaanku. Aku marah, benci, bahkan aku tak mau lagi jika harus bertemu dengannya tapi bagaimanapun dia yang mengenalkanku pada semuanya. Sedikit terimakasih sudah hadir dalam sebagian lembar hidupku.
Next…
Sesakitnya rasa ini aku tidak bisa berdusta kerinduaan masih ada untuknya, entah mengapa kenangan manis itu selalu terngiang dalam benakku. Tuhan jangan kau siksa aku dengan kerinduan yang tak tersampaikan ini. ..
Next…
Setelah itu terlewatkan, aku berjalan hanya menyapa tanpa harus aku singgah. Aku tak mau mencari cintaku sekarang karena aku belum siap jika harus mematahkan hatiku kembali. Kesimpulanku” ketika kamu menjatuhkan hatimu kepada seseorang ketika itu pula kamu harus siap dengan kenyataannya, bisa jadi kamu siap mematahkan hatimu”. Dan aku kembali kepada aku yang dulu, menjauh ketika dia mendekat J
Next…
Masa warna-warni (Mahasiswa). Next time… ^_^